Recent Posts

banner image
banner image

PAULUS PEWARTA ULUNG: TOKOH TELADAN PEWARTA MASA KINI



Ferdi Jehalut
I.         PENGANTAR
Paulus adalah tokoh teladan bagi para misionaris Kristen. Ia dikenal sebagai pewarta ulung. Berkat pewartaanya Injil dikenal di mana-mana. Khotbah-khotbahnya sangat menarik dan menyentuh umat. Maka tidak heran banyak orang kafir bertobat karena pewartaannya. Keberhasilan itu tidak terlepas dari metode dan gaya pewartaanya yang khas. Ia berjalan dari desa ke desa dan dari kota ke kota untuk mewartakan Injil Tuhan kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Tuhan. Ia mewartakan Injil bukan hanya di rumah-rumah ibadat, melainkan juga di luar rumah ibadat seperti di Areopagus.
 Setelah berkeliling untuk menaburkan benih Sabda Allah di wilayah-wilayah kafir, Paulus tidak lekas berhenti di situ lalu meninggalkan mereka. Selanjutnya, ia tetap menjalin kontak dengan mereka. Komunikasi itu dilakukan melalui surat. Ia mengirim surat-surat kepada jemaat-jemaat yang pernah didirikannya. Melalui surat-surat itulah Paulus meneguhkan umatnya yang sedang berada dalam pelbagai masalah yang kompleks.
Apa yang dapat dipelajari dari Paulus Pewarta Ulung? Bagaimana Paulus diutus dan bagaimana ia bekerja sehingga ia menjadi teladan bagi para misionaris dalam mewartakan Injil? Kedua pertanyaan itu akan dijawab dalam tulisan ini. Namun, sebelumnya ditegaskan bahwa Kedua pertanyaan itu pada dasarnya mau menjelaskan dan sekaligus menentukan metode misi yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dalam tugas dan kegiatan mewartakan Injil.[1] Dalam hal ini, model misi kontekstual yang dirintis Paulus sebagai pewarta ulung bisa menjadi contoh bagi model misi masa kini.
II.      PAULUS DAN MISI-NYA
Paulus dilahirkan sekitar awal abad pertama Masehi di Tarsus. Keluarganya keturunan Yahudi yang tinggal di Tarsus, sebuah kota kecil yang terkenal di Kilikia (bdk. Kis. 21:39). Ia hidup dalam lingkungan kebudayan Yunani. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Paulus lancar berbahasa Yunani maupun Ibrani. Pendidikanya sebagian besar dilakukan di Yerusalem (bdk. Flp.3:4b-7).[2]
Sepak terjang paulus penuh keyakinan sebagaimana biasanya dimiliki oleh anak-anak kota. Ia sangat tertarik kepada manusia, kehidupan sosial, hukum, atletik, dan disiplin militer. Di dalam tubuhnya yang terkesan ringkih, tersembunyi watak seorang pegulat dan serdadu. Ia adalah pribadi yang sangat peka dan cepat bereaksi. Ia dikenal sebagai pribadi yang cakap dan kreatif. Ia pernah dididik dengan teliti oleh Gamaliel dalam hukum nenek moyang orang Yahudi.  Sehingga tidak heran jika ia sangat menguasai hukum Taurat. Ia adalah seorang Farisi. Dalam pembelaannya di hadapan Raja Agripa, Paulus berkata, “Sudah lama mereka mengenal aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat memberi kesaksian bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama kita...” (Kis. 26:5).[3]
Sebelum bertobat, Paulus menyandang nama Saulus. Ia memiliki semangat dan kecintaan yang bernyala-nyala terhadap hukum Musa (Taurat). Ketika cinta dan kebencian bercampur jadi satu dalam dirinya, ia tak gentar mengejar dan menganiaya orang Kristen ketika diperintahkan oleh pemimpin bangsa Yahudi.[4] Perjumpaan dengan Kristus dalam perjalanan ke Damsyik pada akhirnya membawa pertobatan misterius bagi Saulus (bdk. Kis. 9:1-19a; 22:1-16; 26:1-23). Saulus berubah nama menjadi Paulus. Paulus yang sebelumnya dikenal sebagai anti-Kristus kini berubah menjadi seorang pewarta Injil yang kreatif dan perkasa. “Bagi Paulus bertemu dengan Kristus berarti suatu perubahan radikal dan tanpa Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa.”[5]  
Secara garis besar ada empat (4) perjalanan misi Paulus yang paling penting dan besar.[6] Perjalanan pertama ke Antiokia di Pisidia. Perjalanan misi ini diceritakan dalam Kis. 13-14. Perjalanan misi yang pertama ini dilihat sebagai pelaksanaan panggilan dan perutusan Paulus, seperti diceritakan dalam Kis. 14:27 yang mengisahkan akhir dari perjalanan itu.[7]
Perjalanan misi Paulus yang kedua dimulai segera setelah sidang di Yerusalem (sekitar tahun 49 musim gugur) sampai tahun 52 (bdk. Kis. 15:36-18:22).[8] Perjalanan itu ia tempuh melalui jalan-jalan Romawi serta kota-kota Helenis di Asia Kecil menuju selat Helespontus. Di seberangnya terdapat Trasia, Makedonia, serta negeri Yunani. Setelah memasuki Asia, barulah agama Kristen memasuki Eropa. Eropa yang dimaksudkan di sini ialah terutama Roma, yang menjadi pangkal terakhir hidup Paulus. Dalam perjalanan misinya yang kedua inilah Paulus menuliskan Surat pertama dan “kedua”[9] kepada umat di Tesalonika (sekitar tahun 50-52). Inilah surat Paulus yang pertama yang juga menjadi surat paling awal dalam seluruh Perjanjian Baru.[10]
Perjalanan misi yang ketiga berlangsung cukup lama, mulai tahun 53 sampai tahun 58. Proses peralihan dari perjalanan kedua menuju perjalanan ketiga diceritakan dalam Kis. 18:22-23. Dalam perjalanan misi itulah Paulus mendirikan jemaat di berbagai tempat. Akan tetapi, sebagai Rasul ia tidak menetap di satu tempat saja. Ia harus berpindah-pindah agar semakin banyak orang dari berbagai daerah mengenal Injil. Namun, harus diingat bahwa sekalipun berpindah-pindah, Paulus tidak meninggalkan umat yang telah didirikannya begitu saja. Ia senantiasa menjalin kontak dengan mereka. Di sisi lain, umat juga selalu memberikan kabar dan mengajukan pelbagai persoalan kepada Paulus. Dalam konteks inilah, surat menjadi sarana komunikasi yang paling penting untuk menjawabi keluhan umat yang sedang berada dalam banyak masalah. “Pada periode inilah surat-surat Proto-Paulus yang lain ditulis [Galatia (th. 55), 1-2 Korintus (th.57/58), dan Roma (th. 58)].”[11]
Menurut akhir surat kepada umat di Roma, selanjutnya Paulus pergi ke Yerusalem. Pada tahun 60 Paulus bertolak dari Yerusalem menuju Roma. Di sana ia ditangkap dan dibunuh oleh Tribun Romawi.
III.    APA YANG DAPAT DIPELAJARI DARI PAULUS SANG PEWARTA ULUNG?
Berdasarkan uraian terdahulu, sekurang-kurangnya ada beberapa hal penting dan menarik dari pewartaan Paulus yang dapat dijadikan referensi bagi para pewarta kabar gembira zaman ini. Pertama, metode pewartaan. Paulus sangat kreatif menemukan metode pewartaan yang cocok dengan situasi umat. Dua metode yang digunakan Paulus ialah berjalan dari satu tempat ke tempat lain dan menulis surat untuk jemaat-jemaat yang pernah didirikannya.
Dengan berjalan dari desa ke desa dan dari kota ke kota, Paulus menyapa umat secara langsung. Ia berani keluar dari zona aman hidupnya, lalu mendekati umat secara langsung, sehingga mereka bisa mengalami Kristus dalam  hidupnya. Paulus menyadari bahwa pendekatan semacam ini memang penuh risiko. Dan memang Paulus telah mengalami itu. Ia berkali-kali ditolak, diusir, dicacimaki, hingga pada akhirnya nyawanya sendiri menjadi korban. Namun demikian, usaha itu tidak berakhir sia-sia. Banyak orang telah bertobat dan percaya kepada Kristus berkat pewartaan Paulus.
Dengan menulis surat, Paulus menjawabi masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh jemaat-jemaat yang telah didirikannya. Hal itu dapat diketahui dari struktur surat-suratnya yang kurang lebih mengandung dua unsur pokok, yakni pertama uraian tentang masalah yang sedang dihadapi umatnya dan kedua tawaran solusi untuk masalah-masalah itu. Solusi yang ditawarkan Paulus ialah berupa peneguhan dan pemberian jawaban yang pasti untuk setiap pertanyaan yang dikeluhkan umatnya. Gaya semacam ini patut menjadi teladan untuk para pewarta Kabar Gembira zaman ini. Bahwa model pewartaan harus sungguh-sungguh menjawabi persoalan yang dihadapi umat. Memahami konteks umat yang dilayani sangat penting agar Kristus sungguh dirasakan dan dialami oleh umat. 
Kedua, Paulus mewartakan Kristus, bukan mewartakan pribadinya. Mewartakan Injil berarti mewartakan Kristus. Tom Jacobs menegaskan, “Injil adalah pewartaan mengenai Kristus”[12]. Hal ini mesti mendapat penekanan utama mengingat banyak pewarta Sabda zaman ini lebih mewartakan dirinya dari pada mewartakan Kristus. Maka, perlu ditegaskan bahwa pelayan Tuhan yang sejati ialah mereka yang membawa Misi Allah ke tengah-tengah umat manusia dan bukan misi pribadi. “Misi Gereja mengenai evangelisasi memiliki akarnya di dalam Misi Allah (Missio Dei).”[13] Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus memberi arti pewartaannya: “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2 Kor. 4, 5).
Ketiga, pendekatan yang ditempuh Paulus dalam mewartakan Sabda Allah bersifat dinamis. Paulus berpidato di Areopagus di Athena-Yunani, ketika ia baru saja mengalami kekecewaan karena gagal dalam pewartaan di rumah ibadat di Tesalonika (bdk. Kis. 17). Ia berpandangan bahwa rumah ibadat tidak lagi menjadi ruang yang dapat diandalkan untuk mengenal dan memahami Allah serta merasakan kasih-Nya (locus teologicus), oleh karena itu ia beralih ke Areopagus.[14]
Meskipun khotbah Paulus di Areopagus hanya berhasil menobatkan Dionisius dan Damaris, namun sekurang-kurangnya ada dua (2) hal unik dari pewartaan Paulus di tempat itu. Pertama, Inilah  satu-satunya pewartaan Paulus yang dilakukan di luar rumah ibadat. Keluar dari rumah ibadat sesungguhnya merupakan hal tidak lazim karena rumah ibadat sejatinya merupakan sumber pengudusan bagi orang Yahudi selain Imam dan kitab Taurat. Kedua, khotbah itu dibuat di kawasan kafir yang tidak dipandang sebagai medan berteologi dan berpastoral bagi orang Yahudi.[15]
Pater Agus Alfons Duka, SVD menarik kesimpulan kecil dari pewartaan Paulus di Areopagus demikian:
sering kali untuk meraih zona pengaruh, kita perlu mengelak kebiasaan lama yang berpatok dan berpusat pada lingkup internal Gereja dengan bahasa institusi untuk keluar dan merangkul mereka yang berada di luar jangkauan Gereja. Bergerak keluar dari institusi Gereja tidak semestinya dimengerti melawan institusi melainkan untuk membangun dan mengemas sebuah sistem makna yang dipahami dan lebih lazim bagi para jemaat.[16]
Jika hal di atas dikaitkan dengan konteks zaman sekarang, Areopagus modern dapat berupa internet atau ruang siber. Internet atau ruang siber dapat menjadi medan pewartaan Sabda Allah. Seperti diuraikan oleh P. Agus Alfons Duka dalam bukunya Komunikasi Pastoral Era Digital, “Dalam ruang virtual, Kabar Gembira Kerajaan Allah perlu diwartakan dan komunikasi pastoral ditunaikan.”[17]  Dalam konteks ini, pemakluman Injil harus dapat dipadukan dengan sistem simbol dan tanda yang berbasis siber, sehingga pesan Injil dapat sungguh sampai ke hati pembaca.
IV.   KESIMPULAN
            Paulus adalah model pewarta sejati yang harus diteladani oleh para pewarta Sabda zaman ini. Gaya pewartaannya yang khas dan unik menjadi suatu referensi bagi para pewarta, terutama metodenya yang bersifat aktual atau dinamis sehingga selalu tepat sasar. Pewartaanya berpusat pada Kristus bukan pada diri. Oleh karena itu jalur pewartaan harus disejajarkan dengan konteks zaman, yakni dari altar atau mimbar khotbah turun ke Areopagus modern agar isi pewartaan mudah dipahami, diresapi dan dihayati serta menjawabi kebutuhan umat dalam kehidupan di zaman modern ini. 


BIBLIOGRAFI

Conterius, Wilhelm Djulei. Teologi Misi Milienium Baru. Maumere: Penerbit Ledalero,  2007.
--------------------------------. “Sejarah Gereja Umum I, Gereja Purba & Abad Pertengahan (Abad I-XV)”, manuskrip. Maumere: STFK Ledalero, 2017.
Darmawijaya, St. Sekilas Bersama Paulus. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992.
Duka, Agust Alfons. Komunikasi Pastoral Era Digital: Memaklumkan Injil di Jagat Tak Berhingga. Maumere: Penerbit Ledalero, 2017.
Harun, Martin (peny.). Surat-Surat Rasul Paulus. Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2008.
Jacobs, Tom. Paulus Rasul. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992.
Suharyo, I. (peny.). Paulus Rasul Bangsa-Bangsa. Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2008.





[1] Wilhelm Djulei Conterius, Teologi Misi Milienium Baru (Maumere: Penerbit Ledalero,  2007), hlm. 9.
[2] St. Darmawijaya, Sekilas Bersama Paulus (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 25.
[3] I. Suharyo, Paulus Rasul Bangsa-Bangsa (Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2008), hlm. 10.
[4] Wilhelmus Djulei Conterius, “Sejarah Gereja Umum I, Gereja Purba & Abad Pertengahan (Abad I-XV)”, manuskrip, (Maumere: STFK Ledalero, 2017), hlm. 22.
[5] Tom Jacobs, Paulus Rasul (Yogyakarta: Penerbit kanisius, 1992), hlm. 12.
[6] Pembahasan ini secara umum mengacu pada penjelasan dalam Wilhelmus Djulei Conterius, op. cit., hlm. 23.
[7] I. Suharyo, op. cit., hlm. 21
[8] Ibid., hlm. 23.
[9] Berkaitan dengan surat yang kedua ini, masih ada ahli-ahli yang berkesimpulan bahwa surat itu ditulis puluhan tahun setelah surat yang pertama, tidak oleh Paulus sendiri, melainkan oleh pengikutnya yang meniru gaya penulisan Paulus. Bdk. Martin Harun, Surat-Surat Rasul Paulus (Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2008), hlm. 20. Dalam tulisan ini, diterima saja pendapat umum bahwa surat itu ditulis oleh Paulus.
[10] I. Suharyo, op.cit. hlm. 24.
[11] Ibid.
[12] Tom Jacobs, op.cit., hlm. 36.
[13] Wilhelm Djulei Conterius, Teologi Misi Milienium Baru, op. cit., hlm. 62.
[14] Areopagus adalah sebuah bukit karang di bagian barat laut Akropolis di Athena-Yunani, tempat diselenggarakan sidang pengadilan sekaligus podium berpidato dan debat publik bagi kaum cerdik dan pandai golongan Epikurus dan Stoa. Di tempat itu mereka menyamaikan gagasan filosofis seputar tema-tema aktual. Di atas altar salah satu mesbah di bukit karang itu terdapat prasasti bertuliskan “kepada allah yang tidak dikenal”. Areopagus juga merupakan pasar, tempat diselenggarakan transaksi niaga dekat bukit karang. Di situ pula terletak singgasana para pejabat kota. Selain itu, Areopagus juga merupakan nama lembaga dewan kota. Bdk. Agus Alfons Duka, Komunikasi Pastoral Era Digital: Memaklumkan Injil di Jagat Tak Berhingga (Maumere: Penerbit Ledalero, 2017), hlm. 41.
[15] Ibid., hlm. 42.
[16] Ibid., hlm. 43.
[17]  Ibid., hlm. 40.

PAULUS PEWARTA ULUNG: TOKOH TELADAN PEWARTA MASA KINI PAULUS PEWARTA ULUNG: TOKOH TELADAN PEWARTA MASA KINI Reviewed by insancerdaspolitik on June 29, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.