Recent Posts

banner image
banner image

“GO’ET” DALAM PUSARAN HIDUP ORANG MANGGARAI (1/2)


Oleh Ferdi Jehalut

Realitas "Tungku Cu" dalam Perjodohan Manggarai Halaman all ...
Kredit foto Kompasiana.com

              Setiap daerah memiliki ungkapan-ungkapan khas yang disampaikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain untuk maksud dan tujuan tertentu. Ungkapan-ungkapan itu biasanya disampaikan dalam situasi tertentu, pada even atau acara tertentu. Misalnya ungkapan orangtua untuk anaknya, kakak untuk adiknya atau sebaliknya, tua adat untuk anggota kelompoknya, pemimpin untuk orang yang dipimpinnya, dll. Biasanya ungkapan-ungkapan itu berbeda dalam situasi yang berbeda dan untuk maksud yang berbeda. Keberbedaan itu sangat bergantung pada siapa yang menyampaikannya, kepada siapa, untuk maksud apa, dan dalam situasi apa. Dalam kebudayaan Manggarai ungkapan-ungkapan khas semacam itu sering disebut go’et atau curup (ejaan lamanya tjurup).
            Go’et atau curup dalam khazanah budaya Manggarai sangat banyak. Hal itu menjadi keunikan dan kekhasan tersendiri bagi masyarakat Manggarai yang pada umumnya memiliki kebudayaan yang hampir sama dari barat sampai ke timur dan dari utara sampai ke selatan. Kekayaan-kekayaan itu diwariskan dari generasi ke generasi sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang Manggarai. Ia bahkan menjiwai seluruh totalitas hidup orang Manggarai. Hal itu bisa ditunjukkan oleh kenyataan bahwa di mana-mana ungkapan-ungkapan itu selalu kita dengar, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan sosial-kemasyarakatan. Bahkan tak jarang dalam pidato-pidato pemerintahan  para pemimpin politik dan dalam khotbah-khotbah para pastor di gereja-gereja pun kita sering mendengar ungkapan-ungkapan khas itu. Dalam konteks ini orang Manggarai sungguh menghidupi salah satu filosofi yang diwariskan sejak nenek moyang, yakni neka okes kuni agu kalo agu mbate dise ame (terjemahan lurusnya: jangan lupa tanah leluhur kita beserta warisan yang mereka turunkan). Maksud ungkapan tadi ialah kita harus melestarikan seluruh khazanah budaya sebagai warisan yang luhur dari nenek moyang kita.  Inilah salah satu contoh peribahasa atau curup dalam bahasa Manggarai.
            Tentu pembaca ingin tahu, kira-kira ungkapan-ungkapan macam mana yang termasuk dalam go’et atau curup dalam kebudayaan Manggarai. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya akan menyajikan beberapa curup atau go’et itu dengan arti dan maksud serta konteks pemakaiannya. Namun, sebelumnya akan disajikan arti dan makna go’et atau curup itu sendiri menurut beberapa literatur kebudayaan Manggarai, sehingga pembaca dapat lebih memahami arti dan makna go’et atau curup  itu sendiri.

Landasan Teori
            Dalam kamus Manggarai I, Manggarai – Indonesia (1967) yang disusun  oleh A. J. Verheijen kata tjurup (ejaan barunya curup) diterjemahkan dengan kata bertutur, omong, bilang, udjar (ujar (ed.)), kata, dan pembitjaraan (pembicaraan (ed.)).[1]
            Sedangkan dalam Kamus Manggarai II, Indonesia – Manggarai (1970) yang ditulis oleh penulis yang sama, kata “peribahasa” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa Manggarai dengan kata tjurup (curup).[2] Padahal, dalam Kamus Manggarai I, Manggarai – Indonesia yang disusun sebelumnya kata tjurup tidak diterjemahkan dengan kata “peribahasa”. Akan tetapi, perbedaan itu tidak perlu dipersoalkan karena dalam kenyataannya baik kata Indonesia “peribahasa, ungkapan, omong, bertutur” maupun kata Manggarai “tjurup atau curup digunakan untuk maksud yang sama.
            Dalam kenyataannya, ternyata istilah curup (selanjutnya saya akan memakai ejaan yang baru ini) bukanlah suatu istilah tunggal untuk menyebutkan – apa yang dalam istilah Indonesia – “peribahasa , ungkapan, syair, dll.” Istilah lain yang biasa digunakan untuk hal yang sama ialah go’et. Bahkan istilah ini sampai sekarang kedengaran lebih populer di kalangan masyarakat ketimbang istilah curup.
Adi M. Nggoro, penulis buku “Budaya Manggarai Selayang Pandang”, menggunakan cukup banyak istilah yang mengacu kepada term go’et atau curup. Kadang-kadang ia menyebutnya petuah (adat), filosofi, ungkapan, peribahasa, dan kadang juga menyebutnya kata-kata bijak dalam bahasa daerah.[3] Penerjemahan dan pemakaian semacam ini tidak dipersoalkan. Penggunaan istilah-istilah itu didasarkan pada aspek fungsional dari go’et atau curup. Misalnya, go’et yang diucapkan oleh orangtua untuk anaknya yang hendak pergi kuliah disebut sebagai “petuah”, dalam bahasa Manggarainya disebut titong, tatong agu toing. Hal itu mengacu kepada tujuan digunakannya go’et atau curup itu sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dan harapan kepada anak supaya sekolah baik-baik dan bahwa orangtua atau keluarga besar sangat mengharapkan keberhasilannya di bangku kuliah.
Banyaknya istiliah terjemahan di dalam bahasa Indonesia yang mengacu kepada kata go’et atau curup tidak menjadi suatu persoalan yang berarti sejauh tidak menghilangkan makna go’et atau curup itu sendiri. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis lebih suka menerjemahkan kata go’et atau curup itu dengan istilah peribahasa (daerah).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata peribahasa diartikan sebagai (1) kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalamnya termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan); (2) ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
Pengertian “peribahasa” menurut KBBI di atas semakin memperjelas arti dan makna go’et atau curup dalam bahasa Manggarai. Go’et atau curup dalam bahasa Manggarai memiliki arti dan maksud yang sama dengan “peribahasa” dalam bahasa Indonesia. Maka, hemat saya sangat tepat kalau kata go’et atau curup itu deterjemahkan dengan kata peribahasa. Terjemahan ini sangat umum, yang mencakup juga semua aspek fungsional dari kata go’et atau curup itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, saya menyimpulkan bahwa go’et atau curup merupakan ungkapan khas dalam bahasa daerah Manggarai yang berisikan petuah, nasihat, pesan, filosofi hidup, dan aturan tingkah laku. Ungkapan itu biasanya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain (misalnya orangtua untuk anak, kakak untuk adik atau sebaliknya, tua adat untuk warga kampung, dll.) untuk menyampaikan pesan tertentu berupa nasihat, anjuran, ajaran, ajakan, dan peringatan. Ungkapan-unkapan itu juga tak jarang menjadi filosofi hidup orang Manggarai baik secara pribadi maupun secara bersama dalam suatu tatanan hidup bermasyarakat.
Dalam kebudayaan Manggarai go’et atau curup bisa diungkapkan dalam komunkasi resmi (misalnya acara adat, pidato pemerintahan, khotbah, dll.) dan tidak resmi (misalnya ajaran orangtua kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari untuk meneguhkan dan menyadarkan anaknya, contohnya pada waktu ia berbuat suatu kesalahan atau sebelum pergi ke bangku sekolah atau pergi merantau, dll.). Sebagaimana halnya peribahasa  dalam bahasa Indonesia yang berbeda untuk maksud yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda, demikian pun go,et atau curup dalam bahasa Manggarai berbeda-beda untuk maksud yang berbeda dalam situasi yang berbeda yang juga sangat bergantung pada siapa yang menyampaikannya, kepada siapa, dan untuk maksud apa serta dalam situasi atau even apa. Namun, yang menjadi kekhasan dan keunikan go’et dalam bahasa Manggarai ialah unsur seni bahasanya. Kata-kata go’et pada umumnya menunjukkan bunyi yang kerap enak didengar karena kesamaan bunyi akhiran atau rima-nya.  
Setelah memahami arti dan makna go’et atau curup dalam bahasa Manggarai, berikut akan disajikan beberapa di antaranya dengan arti dan maknanya masing-masing. Secara keseluruhan pembahasan berikut ini meluluh berdasarkan pemahaman penulis tentang beberapa go’et atau curup  yang setidak-tidaknya cukup sering dijumpai dalam pergaulan orang Manggarai sehari-hari. Oleh karena itu, penulis hanya mengambil beberapa go’et yang kebetulan arti dan maknanya penulis ketahui secara baik. Namun demikian, sebagai catatan, beberapa go’et berikut cukup susah diterjemahkan secara harfiah karena beberapa istilah yang sangat khas yang sulit menemukan padanan artinya dalam bahasa Indonesia. Bersambung ...



[1] A. J. Verheijen (penyusun), Kamus Manggarai I, Manggarai – Indonesia (The Hague, Netherlands: Konikklijk Instituut Voor Taal-, Land –En Volkenkunde, 1967), hlm. 720.
[2] A. J. Verheijen (penyusun), Kamus Manggarai II, Indonesia – Manggarai (The Hague, Netherlands: Konikklijk Instituut Voor Taal-, Land –En Volkenkunde, 1970), hlm. 164.
[3] Adi M. Nggoro, Budaya Manggarai Selayang Pandang (Ende: Nusa Indah, 2006), hlm. 5-43.

“GO’ET” DALAM PUSARAN HIDUP ORANG MANGGARAI (1/2) “GO’ET” DALAM PUSARAN HIDUP ORANG MANGGARAI (1/2) Reviewed by insancerdaspolitik on June 29, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.